Bibit tanaman yang mengandung obat khususnya yang ditanam di pot berprospek baik dalam bisnis tanaman hias.
"Penggemar tanaman hias kini gemar mengoleksi bibit tanaman yang mengandung obat, apalagi memasuki awal musim hujan permintaan cenderung meningkat," kata M Nazir petani dan pedagang tanaman hias asal Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Ia mengatakan tingginya permintaan bibit tanaman yang mengandung obat tersebut menyebabkan para pedagang tanaman hias menambah stok yang didatangkan dari berbagai daerah. "Bibit tanaman yang mengandung obat tersebut banyak dicari para penggemar tanaman hias. Mereka menilai bibit tanaman itu berkhasiat serta dapat dijadikan tanaman hias," katanya.
Menurut dia jenis tanaman yang mengandung obat itu harus didatangkan dari berbagai daerah di luar Kota Yogyakarta, karena di daerah ini sudah jarang ditemui terutama yang berkhasiat.
Mengenai prospek bisnis tanaman hias di DIY, ia mengatakan makin ramai karena banyak pemain baru, baik dari dalam maupun luar daerah, yang menekuni dan terjun ke bisnis itu. "Hampir setiap hari selalu ada penyelenggaraan pameran dan bursa tanaman hias, bahkan tidak hanya di satu tempat, tetapi di beberapa tempat secara bersamaan," kata Nasir yang memiliki sejumlah kios tanaman hias di Yogyakarta.
Hartono pedagang tanaman hias di Kabupaten Bantul mengatakan meski saat ini bisnis tanaman hias saat ini masih ramai, karena mungkin dulu mereka masih sebagai konsumen dan pembeli, namun kemudian ikut menggeluti bisnis tanaman hias.
Ia mengatakan DIY hingga saat ini masih menjadi pasar potensial untuk bisnis tanaman hias, bahkan sebagai pasar potensial Yogyakarta belum tertandingi karena hampir setiap hari ada pameran dan bursa tanaman hias.
Temulawak, kunyit, kencur dan jahe merupakan kelompok tanaman rimpang-rimpangan (Zingiberaceae) mempunyai potensi yang sangat besar untuk digunakan dalam hampir semua produk obat tradisional (jamu) karena paling banyak diklaim sebagai penyembuh berbagai penyakit masyarakat modern (degeneratif, penurunan imunitas, penurunan vitalitas). Sedangkan purwoceng sangat potensial untuk dikembangkan sebagai komplemen dan substitusi ginseng impor sehingga dapat menghemat devisa negara.
Produk yang dihasilkan dari tanaman temulawak, kunyit, kencur dan jahe adalah produk setengah jadi (simplisia, pati, minyak, ekstrak), produk industri (makanan/minuman, kosmetika, farmasi, IKOT dan IOT), produk jadi (sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul). Sedangkan untuk purwoceng, produk setengah jadi berupa simplisia dan ekstrak, produk industri dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan (IKOT/IOT), pil atau tablet/kapsul (farmasi).
Arah pengembangan tanaman obat sampai tahun 2010 masih diarahkan ke lokasi dimana industri obat tradisional berkembang yaitu di Pulau Jawa dengan target luas areal 1.276 ha untuk temulawak, 1.527 ha kunyit, 3.270 ha kencur, 7.124 ha jahe dan 154 ha purwoceng.
Target produksi sampai tahun 2010 dengan asumsi produktivitas per tahun rata-rata 7-8 ton/ha, maka produksi temulawak diperkirakan mencapai 14.020 ton, kunyit 15.426 ton, kencur 26.290 ton dan purwoceng 850 ton. Kecuali ada permintaan khusus, setelah 2010 areal pengembangan temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng dapat diperluas ke luar Pulau Jawa yang ketersediaan lahannya lebih luas.
Pengembangan agribisnis hilir komoditas tanaman obat diarahkan untuk pengembangan produk turunan berupa produk jadi, pengembangan industri hilir temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng yang dilakukan dengan diversifikasi produk dalam bentuk yang lebih sederhana yaitu simplisia atau ekstrak.
"Penggemar tanaman hias kini gemar mengoleksi bibit tanaman yang mengandung obat, apalagi memasuki awal musim hujan permintaan cenderung meningkat," kata M Nazir petani dan pedagang tanaman hias asal Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Ia mengatakan tingginya permintaan bibit tanaman yang mengandung obat tersebut menyebabkan para pedagang tanaman hias menambah stok yang didatangkan dari berbagai daerah. "Bibit tanaman yang mengandung obat tersebut banyak dicari para penggemar tanaman hias. Mereka menilai bibit tanaman itu berkhasiat serta dapat dijadikan tanaman hias," katanya.
Menurut dia jenis tanaman yang mengandung obat itu harus didatangkan dari berbagai daerah di luar Kota Yogyakarta, karena di daerah ini sudah jarang ditemui terutama yang berkhasiat.
Mengenai prospek bisnis tanaman hias di DIY, ia mengatakan makin ramai karena banyak pemain baru, baik dari dalam maupun luar daerah, yang menekuni dan terjun ke bisnis itu. "Hampir setiap hari selalu ada penyelenggaraan pameran dan bursa tanaman hias, bahkan tidak hanya di satu tempat, tetapi di beberapa tempat secara bersamaan," kata Nasir yang memiliki sejumlah kios tanaman hias di Yogyakarta.
Hartono pedagang tanaman hias di Kabupaten Bantul mengatakan meski saat ini bisnis tanaman hias saat ini masih ramai, karena mungkin dulu mereka masih sebagai konsumen dan pembeli, namun kemudian ikut menggeluti bisnis tanaman hias.
Ia mengatakan DIY hingga saat ini masih menjadi pasar potensial untuk bisnis tanaman hias, bahkan sebagai pasar potensial Yogyakarta belum tertandingi karena hampir setiap hari ada pameran dan bursa tanaman hias.
Temulawak, kunyit, kencur dan jahe merupakan kelompok tanaman rimpang-rimpangan (Zingiberaceae) mempunyai potensi yang sangat besar untuk digunakan dalam hampir semua produk obat tradisional (jamu) karena paling banyak diklaim sebagai penyembuh berbagai penyakit masyarakat modern (degeneratif, penurunan imunitas, penurunan vitalitas). Sedangkan purwoceng sangat potensial untuk dikembangkan sebagai komplemen dan substitusi ginseng impor sehingga dapat menghemat devisa negara.
Produk yang dihasilkan dari tanaman temulawak, kunyit, kencur dan jahe adalah produk setengah jadi (simplisia, pati, minyak, ekstrak), produk industri (makanan/minuman, kosmetika, farmasi, IKOT dan IOT), produk jadi (sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul). Sedangkan untuk purwoceng, produk setengah jadi berupa simplisia dan ekstrak, produk industri dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan (IKOT/IOT), pil atau tablet/kapsul (farmasi).
Arah pengembangan tanaman obat sampai tahun 2010 masih diarahkan ke lokasi dimana industri obat tradisional berkembang yaitu di Pulau Jawa dengan target luas areal 1.276 ha untuk temulawak, 1.527 ha kunyit, 3.270 ha kencur, 7.124 ha jahe dan 154 ha purwoceng.
Target produksi sampai tahun 2010 dengan asumsi produktivitas per tahun rata-rata 7-8 ton/ha, maka produksi temulawak diperkirakan mencapai 14.020 ton, kunyit 15.426 ton, kencur 26.290 ton dan purwoceng 850 ton. Kecuali ada permintaan khusus, setelah 2010 areal pengembangan temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng dapat diperluas ke luar Pulau Jawa yang ketersediaan lahannya lebih luas.
Pengembangan agribisnis hilir komoditas tanaman obat diarahkan untuk pengembangan produk turunan berupa produk jadi, pengembangan industri hilir temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng yang dilakukan dengan diversifikasi produk dalam bentuk yang lebih sederhana yaitu simplisia atau ekstrak.