Budidaya
artemia diawali dengan pembibitan. Telur artemia yang sudah diawetkan dalam
kaleng pun bisa digunakan sebagai bibit. Telur ini kemudian ditetaskan hingga
muncul bibit-bibit udang artemia yang bisa dibesarkan.
Cara
menetaskan telur ini adalah dengan menggunakan wadah khusus yang terbuat dari
plastik. Wadah haruslah berbentuk kerucut. Kapasitas wadah berkisar antara 3—75
liter tergantung banyaknya artemia yang ingin Anda tetaskan.
Karena artemia berkembang di pesisir pantai di alam, untuk
penetasannnya juga dilakukan dengan air laut dengan kadar garam berkisar 30 per
milimeter. Namun, hasilnya akan lebih baik jika kadar garam diturunkan menjadi
5 per mililiter. Anda bisa mengencerkan air laut tersebut dengan cara dicampur
air tawar.
Sebelum
dimasukkan ke wadah penetasan, telur direndam dalam air tawar selama 1 jam.
Kemudian, saring telur dan tiriskan sampai airnya tuntas. Masukkan ke wadah
penetasan.
Atur
agar suhu tempat penetasan berkisar 25—30 derajat Celcius. Kadar oksigen yang
dibutuhkan untuk menetaskan dan membudidayakan artemia berkisar 2 milimeter per
liter. Cara menyeimbangkan kadar oksigen adalah dengan aerator ataupun blower.
Penyinaran diperlukan dengan sinar lampu neon dengan daya 60 watt di samping
wadah sejauh 20 cm.
Telur
artemia yang sudah diletakkan dalam wadah penetasan dan lingkungannya diatur
sedemikian rupa akan menetas dalam kurun waktu 35 jam. Telur menetas menjadi
naupilus yang harus segera diambil.
Naupilus
adalah larva stadium pertama dari artemia. Embrio artemia masih terbungkus
selaput penetasan. Perkembangan menjadi artemia ditandai dengan pecahnya
selaput embrio ini. Naupilus yang sudah diambil ini diambil dengan cara
mematikan pengudaraan. Bagian atas wadah penetasan ditutup dengan kain, sedangkan
bagian bawahnya disinari selama 5—10 menit. Anak artemia kemudian akan terpisah
dari cangkang telur. Anakan artemia ini kemudian dipindahkan untuk
dibudidayakan secara massal.
Sumber : pertanianku.com