"Pertumbuhan ekonomi kita cukup menggembirakan pada tahun 2023. Di tengah
ketidakpastian yang masih dirasakan oleh negara-negara Eropa dan Amerika akibat
pascapandemi, Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5%,” ujar
Ary yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA), Minggu
(7/1/2024).
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi ini turut
disumbangkan oleh sektor UMKM. Hal ini terlihat dari kontribusi UMKM terhadap
pembentukan PDB mencapai 61,1% per tahun.
Meskipun sempat mengalami penurunan, lanjut Azoo, UMKM tetap
bertahan dan menerima berbagai kebijakan untuk mempermudah operasional mereka
selama masa pandemi.
Azoo lantas menyoroti perbandingan angka UMKM di Indonesia, yang
secara statistik memiliki nilai terbesar di Asia Tenggara.
"Potensi UMKM kita sangat besar, unggul
di antara negara-negara sejenis seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina,"
ungkapnya.
Kendati demikian, ia menitikberatkan perhatian pada tantangan
utama yang dihadapi pelaku UMKM, terutama terkait dengan permodalan dan
pemasaran.
Dalam konteks permodalan UMKM, ia menilai informasi mengenai
sumber pendanaan usaha sangat minim di kalangan pelaku UMKM. Selain itu, syarat
kredit bank, yang dinilai memiliki mekanisme credit scoring kurang
mengakomodasi business cycle dari UMKM, juga menjadi kendala.
Azoo menuturkan, literasi keuangan yang
minim di kalangan pelaku UMKM turut mempengaruhi penilaian lembaga keuangan
terhadap kelayakan kredit, seperti kurangnya perhatian pada laporan keuangan
dan pencampuran keuangan pribadi dengan usaha.
“Mekanisme penilaian kredit biasanya pasti akan melihat laporan
keuangan. Persoalannya adalah banyak dari pelaku UMKM, terutama yang beroperasi
di sektor mikro, kurang memahami bagaimana mengelola keuangan dengan baik,
sehingga tidak ada data atau riwayat transaksi yang memadai," tuturnya.
"Inilah yang perlu dipelajari oleh pelaku UMKM, yaitu bagaimana mengelola
penerimaan dengan baik dan memisahkan keuangan usaha dari pribadi," tambah
Azoo.
Survei Bank Indonesia mengindikasikan bahwa masalah akses ke
permodalan masih signifikan, di mana 69,5% UMKM belum mendapatkan kredit dari
bank atau lembaga keuangan lainnya. Menurut Azoo, hal ini menyebabkan
kesenjangan UMKM di Indonesia yang mencapai Rp1.605 triliun.
Tantangan UMKM selanjutnya adalah terkait
pemasaran produk. Azoo menyadari bahwa UMKM membutuhkan merek yang kuat melalui
pemasaran. Namun, biaya promosi yang tinggi menjadi kendala utama.
Oleh karena itu, ia mendorong pelaku UMKM untuk memanfaatkan
marketplace dalam dunia digital.
Untuk memperluas skala pemasaran ke tingkat global, Azoo
mengatakan pemilihan marketplace yang tepat dapat membantu usaha tumbuh lebih
baik.
Ia menyarankan agar pelaku UMKM memilih marketplace yang tidak
hanya terbuka dan dapat diakses oleh pasar lokal, tetapi juga pasar
internasional.
“Jika kita ingin menyasar ke Korea Selatan,
kita disarankan untuk memasarkan produk tidak hanya di Tokopedia yang
beroperasi di Indonesia. Begitu juga jika kita ingin masuk ke pasar di Jepang,
Malaysia, Singapura, dan negara lainnya," tutur Azoo.
"Pelaku UMKM perlu mempelajari cara memasarkan produknya di
marketplace negara-negara tersebut, seperti Shopee yang memiliki basis operasi
di berbagai negara dan menawarkan program go ekspor,” sambungnya.
Sumber : Okezone