Bisnis Kerajinan Tak Butuh Modal Besar, Hanya Modal Kreatifitas Tinggi

Anda sudah punya tekad ingin membuat usaha sendiri, tapi masih bingung karena tak punya cukup modal? Salah satu yang bisa dilakukan adalah berpikir memulai wirausaha dengan sesuatu yang anda sukai, misalnya dari hobi. Hobi yang tentu saja bisa melahirkan sebuah peluang usaha kedepannya. Kisah sukses wirausahawan dibawah ini bisa menjadi bahan inspirasi bahwa untuk wirausaha tak selalu harus bermodal besar. Sumber inspirasi kita adalah pak Safri Ali, Seorang pengajin handycraft dari kota Medan.

Perkenalannya dengan usaha kerajinan tangan, menurut Safri merupakan hal yang tidak disengaja. “Saat itu saya bingung, saya ingin membangun usaha, namun tidak memiliki modal usaha yang memadai. Karena saya sudah bertekad membuat usaha, maka saya pun memulai membuat usaha dengan memanfaatkan kesukaan saya. Saat itu saya hanya memiliki uang 10 ribu saja, uang itu kemudian saya pakai untuk memproduksi 3 baki dari bahan kayu. Satu bakinya saya jual 7 ribu. Saya pasarkan ke keluarga dan teman, ternyata banyak yang kembali pesan. Dari situ kemudian saya membuat lebih banyak lagi.” Ungkap Safri.
Perkembangan bisnis handicraft kota Medan memang tidak segencar kota-kota budaya seperti Yogyakarta, Surakarta, Bali ataupun kota-kota di Papua, namun di tangan seorang Safri Ali, justru di kota yang jauh dari sentra-sentra handicraft tersebut dilihatnya sebagai sebuah peluang usaha handycraft yang mampu mendatangkan penghasilan. Terlebih lagi, Safri menggunakan bahan-bahan sampah seperti pelepah pisang yang sudah tua dan kering, yang mudah dicari dan tak membutuhkan modal untuk mendapatkannya. Ditangannya bahan-bahan sampah tersebut berhasil dirubah menjadi barang-barang berkelas dan bercita rasa seni yang tinggi.
Tak hanya menjadi barang seni, kerajinan tangan Safri juga mampu membuat barang-barang fungsional yang cantik seperti lampu hias, kotak tisu, kotak pensil dan lain sebagainya. Safri mengaku menekuni peluang usaha ini karena kecintaannya terhadap dunia seni, serta kepeduliannya terhadap lingkungan.
“Saya memulai usaha handicraft ini sejak tahun 1998. Pada saat pertama dulu item yang kami tawarkan juga tidak terlalu banyak, namun seiring waktu kita menambah item-item produk yang diminati oleh masyarakat. Beberapa produk kami yang banyak diminati antara lain, kotak tisu, kotak majalah, tempat lilin, tempat sendok dan lain sebagainya.” Ungkap pria yang pernah mendapat rekor MURI atas keberhasilannya membuat lukisan dari bubuk teh tersebut.
Mengapa harus pelepah pisang? Safri ternyata sejak dulu sangat peduli atas keberadaan sampah. Dia memiliki visi agar sampah-sampah di sekitar dijadikan barang fungsional yang memiliki nilai manfaat dan ekonomi. Selain itu, peluang usaha yang memanfaatkan sampah sampai saat ini masih belum banyak yang bermain.
“Dengan mengubah sampah menjadi barang seni, kita juga berpeluang mengajak siapapun kembali peduli terhadap lingkungan sekitar. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa isu-isu lingkungan saat ini memang menjadi salah satu isu yang krusial.” Tambah Safri,
Menurut Safri proses pembuatan barang seni dan kerajinan dari sampah ini tidaklah rumit dan ribet. Bahan dasar seperti pelepah pisang sebelumnya dihancurkan menjadi bubur dan kertas daur ulang, setelah menjadi bubuk, baru kita kreasikan menjadi aneka barang yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain bahan pelepah pisang, Safri juga menggunakan bahan lain seperti batok kelapa, enceng gondok, kulit kelapa, kulit jagung dan lain-lain.
Dalam sebulan omset yang bisa diraup Safri dari usaha ini cukup lumayan. Pesanan produk dalam sebulan mencapai 500-an pieces. Dalam pengerjaannya Safri dibantu oleh 3 karyawan yang sudah memiliki keterampian di dunia handicraft. Meski diakui oleh Safri jika pasar handicraft di Medan kurang bergeliat jika dibanding dengan pasar di Jawa, namun Safri yakin bahwa peluang usaha yang dibangunnya mampu terus bertahan dan menghasilkan.
Pria yang kini juga merambah wirausaha di dunia mebel ini, ternyata tidak memproduksi secara masal. Untuk satu jenis produk, terkadang hanya memproduksi kurang lebih 50 pieces dan beberapa bulan kemudian kembali produksi lagi. Hal ini, menurut Safri merupakan strategi marketing dia untuk menjaga harga pasar.
Pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Maret, menjadi berkah sendiri bagi Safri, karena pada bulan-bulan tersebut ada helatan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU). Biasanya pemerintah mengadakan pasar seni yang menampung pengrajin-pengrajin seperti dirinya. Omset yang didapat pada bulan itu pun mampu melejit menembuh angka puluhan juta.