Jumlah penduduk yang mencapai 250 juta orang menjadikan Indonesia
sebagai sebuah pasar yang menggiurkan. Dengan penduduk sebesar itu,
tingkat konsumsi bahan pangan negeri ini juga tinggi. Kondisi ini yang
membuka peluang bagus bagi usaha agrobisnis.
Meski jumlah petani di Indonesia sudah tak terhitung lagi jumlahnya,
peluang usaha di bidang ini tidak pernah habis. Jika kompetisi berbisnis
sayuran lokal sudah terlalu ketat, jangan khawatir, Anda bisa mencoba
peluang baru untuk berbisnis sayuran jepang.
Tengok saja, pertumbuhan jumlah restoran dan swalayan khas Jepang
sangat pesat beberapa tahun terakhir. Dulu gerai yang menyajikan produk
asal Negeri Matahari Terbit ini masih sangat terbatas. Namun kini, Anda
bisa dengan mudah menemukan gerai-gerai seperti itu.
Melonjaknya permintaan sayuran jepang ini yang membuat Agus Ali
Nurdin, pemilik Okiagaru Farm dan Kostaman, pemilik Yan’s Fruit, terjun
sebagai pemasok sayuran jepang. Kedua pengusaha ini kompak menetapkan
kenaikan permintaan sayuran jepang mencapai 20 persen saban tahun. Bukan
hanya warga Jepang yang tinggal di Indonesia yang mereka incar, sebab
masyarakat lokal pun menyukai kuliner khas jepang.
Agus dulunya merupakan petani padi di Cianjur. Pada 2008, dia
mengikuti program pertukaran petani muda ke Jepang dari Kementerian
Pertanian. Selama setahun tinggal di Negeri Sakura, Agus mempelajari
cara bertanam padi dan jeruk.
Ketika kembali ke Tanah Air, Agus segera menjalin relasi dengan
pengusaha kuliner jepang. Ia lantas memutuskan mendirikan Okiagaru Farm,
yang kemudian memasok sayuran jepang ke berbagai restoran khas jepang.
“Saya pilih komoditas sayuran karena permintaannya luar biasa banyak,
mengingat maraknya restoran jepang di dalam negeri,” tutur dia. Agus menjelaskan, pengusaha kuliner jepang dulu kerap mengimpor
produk pertanian dari China. Namun, produk dari China tidak lagi disukai
karena tingginya penggunaan bahan kimia di Negeri Tembok Raksasa itu.
Dus, permintaan untuk sayuran jepang di dalam negeri pun kian menanjak.
Ia lantas menyewa lahan seluas 1,8 hektare (ha) di Cianjur dan 4 ha
di Cipanas, Jawa Barat. Di lahan itu, Agus menanam sekitar 100 jenis
sayuran. Sebanyak 50 persen merupakan sayuran asli Jepang, seperti kyuri
(timun jepang), horenzo (bayam jepang), kabocha (labu jepang),
satsumaimo (ubi jepang), zucchini, negi. Sementara sisanya merupakan
sayuran lokal tapi dikonsumsi di restoran jepang. Jadi seluruh produk
Okiagaru dipasok untuk restoran dan swalayan jepang.
Agus menyebutkan, restoran besar seperti Yoshinoya dan Sushi Tei
telah menjadi pelanggannya. Selain itu, dia juga menyuplai sayuran untuk
swalayan Cosmo di Jakarta dan Bandung. “Sebenarnya permintaan di luar
kota sangat banyak, tapi kami belum bisa memproduksi sesuai permintaan
itu,” kata Agus.
Adapun Kostaman secara tak sengaja memasok sayuran jepang. Kostaman
pernah menjadi supir angkutan aneka sayuran segar untuk perusahaan asal
Jepang di Bandung. Pengalaman jadi supir membuat dia akrab dengan
pemilik swalayan.
Lantas, ketika terjadi krisis pasokan stroberi, Kostaman memberanikan
terjun menyuplai stroberi ke beberapa swalayan. “Sejak saat itu saya
alih profesi jadi pemasok stroberi dan sayuran-sayuran jepang ke
swalayan,” ujar dia. Ia pun mendirikan perusahaan Yan’s Fruit and Vegetables di Lembang,
Jawa Barat, pada tahun 2000. Lantaran tak punya modal yang cukup untuk
bercocok tanam, Kostaman menjalin kemitraan dengan petani sayuran di
daerah Lembang.
Kostaman menyortir sayuran yang diproduksi mitranya, untuk dikemas
sesuai permintaan klien. “Jadi, produk sayuran bisa langsung dipajang
untuk dijual di supermarket atau swalayan,” ucap dia. Kini, Kostaman
memasok lebih dari 100 jenis sayur ke swalayan di Jakarta.
Dalam sebulan, Kostaman memasok 65 ton sayuran jepang ke berbagai
swalayan. Dia mengaku bisa meraup omzet Rp 600 juta per bulan dari usaha
ini. Adapun laba bersihnya sekitar 50 persen. Di sisi lain, Agus memisahkan antara omzet produksi dengan penjualan
sayuran jepang. Menurut Agus, omzet produksi dihitung tiap komoditas per
musim panen. Misalnya ada 20.000 pohon kyuri di lahannya. Jika tiap
pohon menghasilkan 8 kilogram (kg) kyuri yang dijual Rp 10.000 per kg,
ia mendapat omzet Rp 160 juta. Adapun laba bersihnya lebih dari 50
persen.
Sementara itu, produk sayuran yang ia jual bukan hanya berasal dari
lahannya. Ia juga memasok sayuran dengan menjalin kerjasama dengan
beberapa mitra di Jawa Barat. Untuk penjualan, Okiagaru bisa mengantongi
omzet sekitar Rp 70 juta per bulan dengan laba bersih sekitar 20
persen.