Gagal mengembangkan usaha tambak udang, tidak lantas membuat Daniel
Mahendra berkecil hati. Kegagalan itu justru meyakinkan dirinya kalau
teori tidak sepenuhnya sesuai dengan praktik di lapangan. Dia mencoba
bangkit.
Tahun 2008, dia banting setir untuk mulai menekuni usaha ternak jangkrik. Kini, usahanya telah merajai pasar jangkrik di wilayah Kaltim. Bahkan, omzet penjualan jangkriknya menembus Rp 210 juta per bulan.
Daniel melihat bisnis jangkrik ini sangat prospektif.
Jangkrik sendiri dimanfaatkan banyak orang untuk pakan burung, pakan
tokek, umpan ikan hingga dikonsumsi manusia untuk pengobatan. Kemudian
dia meneruskan bisnis jangkrik seseorang yang lagi kolaps.Tahun 2008, dia banting setir untuk mulai menekuni usaha ternak jangkrik. Kini, usahanya telah merajai pasar jangkrik di wilayah Kaltim. Bahkan, omzet penjualan jangkriknya menembus Rp 210 juta per bulan.
"Saya membeli 14 kotak jangkrik seharga Rp 9 juta dari seorang pengusaha jangkrik yang mengaku kolaps," tuturnya.
Dari semua kotak itu, tiga diantaranya berisi telur jangkrik dan selebihnya kotak kosong. Atas ketekunan dan kerja kerasnya, telur jangkrik itu sukses dikembangbiakkan hingga menjadi induk jangkrik yang siap dijual.
Dia menjual jangkriknya dengan harga bervariasi antara Rp 50 ribu hingga Rp 70 ribu per kilogram.
"Biasanya, saya memberikan harga lebih murah kepada pengecer, yakni Rp 50 ribu/kg," ujarnya.
Ia memasang harga lebih tinggi daripada peternak atau pedagang jangkrik lainnya. Namun, dia berani menjamin para pelanggannya tidak pernah kehabisan stok jangkrik.
"Saat stok jangkrik kosong di tempat lain, stok jangkrik saya justru terus terjaga kontinuitasnya. Tiap hari saya selalu panen," tuturnya. Selain itu, dia juga menjaga kualitas jangkriknya sehingga tetap diminati pelanggan.
Pelanggan tetap Daniel berjumlah 134 orang yang tersebar di beberapa wilayah Kaltim, seperti Bontang, Sangatta, Samarinda, Tenggarong hingga sampai ke Wahau. Bahkan, Daniel menguasai 70 persen konsumen dari Samarinda.
Omzet penjualan jangkriknya mencapai rata-rata 100 kg per hari, jika dikalkulasi dengan harga Rp 70 ribu/kg maka diperoleh angka Rp 7 juta per hari. Artinya, omzet penjualan jangkrik dalam sebulan mencapai Rp 210 juta.
Kini dia memiliki 100 kotak jangkrik ukuran 60x122x244 cm. Kotak-kotak kayu itu ditopang penyangga kaki seperti halnya sebuah meja. Seratus kotak itu diletakkan berderet saling rapat dalam rumah kayu beratap seng di Jalan Mangkurawang, Kelurahan Baru, Tenggarong.
Bagian atas kotak dipasang lembar kawat yang diberi rongga. Bagian atas kawat berongga tadi dilapisi karung goni sehingga jangkrik tidak mudah lompat keluar.
"Satu kotak ini berisi sekitar 7.000 ekor jangkrik," ujar Daniel.
Tiap hari, dia memanen hasil ternak jangkriknya. Maklum, pertumbuhan jangkrik ini terbilang cepat. Dalam 25 hari, telur jangkrik akan menetas hingga tumbuh dewasa.
Untuk pakan ribuan jangkriknya, Daniel mesti menyiapkan 50 kg gambas tiap hari, batang pisang dan pakan ternak (bama). Sebelumnya, dia memberikan batang pepaya untuk makanan jangkriknya. Namun lantaran pohon pepaya sangat jarang dijumpai di Tenggarong, dia memberikan batang pohon pisang sebagai penggantinya. Pada pagi dan siang, karyawan Daniel memberikan potongan kulit luar batang pohon pisang itu untuk pakan ribuan jangkrik.
"Biasanya, tiga hari sekali karyawan saya mencari batang pohon pisang di sekitar Tenggarong," ucap lelaki muda yang dikaruniai 2 orang anak itu.
Tiap hari dia menyiapkan 200 kg batang pohon pisang untuk pakan jangkrik. Daniel juga menyediakan 20 karung bama (pakan ternak) atau 1 ton bama dalam seminggu. Setidaknya, dia mengeluarkan Rp 30 juta per bulan untuk pakan jangkrik. Untuk melancarkan usahanya, Daniel merekrut 11 orang karyawan yang memiliki peranan masing-masing. Dia menggaji karyawannya Rp 2 juta per orang. Untuk usahanya satu ini, Daniel memiliki rumus sendiri tanpa harus berpegang pada buku teori, referensi internet atau bertanya pada pengusaha jangkrik lainnya.
"Saya malah merasa tak puas kalau nyontek pengusaha jangkrik yang lebih dulu sukses. Saya mencari rumus sendiri. Kita mesti memahami perilaku dan kebutuhan jangkrik itu. Yang paling penting, kita harus selalu menggunakan hati. Saya tidak mau kegagalan dalam usaha tambak udang terulang pada bisnis jangkrik," ucap alumnus perikanan di Universitas Mulawarman ini.