Omzet Miliaran Berawal dari Kegagalan Berbisnis Ikan

Besarnya permintaan pasar terhadap hasil laut seperti kepiting bakau, membuat Heriansyah ulet menekuni bisnis tersebut. Terlebih saat suami Rintih Dwi Astuti ini melihat tidak sedikit penghasilan yang dia terima dari menjalankan bisnis yang dia geluti selama 12 tahun ini.
"Awalnya hanya main di kepiting jenis BS (sortiran) yang per kilo hanya Rp 8 ribu. Karena banyak peminat saya coba mainkan untuk yang jenis super. Saat ini kurang lebih ada 16 jenis kepiting bakau yang bisa saya jual. Ada kepiting betina, jantan, kepiting soka, BS, dan masih banyak lagi lainnya," katanya di kediamannya Jalan Mulawarman Manggar Baru RT 15 No 20 Balikpapan Selatan, belum lama ini.

Namun, bapak dua anak ini menuturkan, dari keenam belas jenis kepiting tidak semuanya memberikan keuntungan. Plus minusnya pun ada. "Makanya untuk tidak membuat tambah rugi atau menghindari uang macet di pelanggan. Saya terapkan habis timbang langsung bayar. Soalnya dulu pernah punya pengalaman pahit soal uang macet itu," ujarnya.
Dalam sehari, Heri --panggilan akrab Heriansyah-- menuturkan dapat memperoleh omzet kurang lebih Rp 150 juta atau menjual sebanyak 50 styrofoam (per styrofoam berisi 32 kg kepiting bakau). Namun, meskipun besar pendapatan, menurut Heri biaya pengeluaran yang dibutuhkan juga sangat besar.
"Kalau dihitung-hitung omzet per bulan bisa lebih dari Rp 1 miliar. Tapi karena penghasilan harian, jadi biaya pengeluaran juga tidak sedikit," katanya.
Dalam berbisnis hasil laut, tak sedikit risiko yang harus diterima pebisnisnya. Selain modal besar, pelaku bisnis ini juga harus menyiapkan cadangan modal jika sewaktu-waktu diperlukan.
"Ini bisnis risikonya juga besar. Karena transaksi dan pendapatannya sehari-hari jadi biaya operasional (keuangannya) rawan. Makanya diperlukan cadangan dana. Hal ini untuk antisipasi saja," terangnya.
Untuk penjualan kepiting bakau, sasaran utama pasarnya dikatakan Heri lebih ke restoran yang menjual aneka seafood dan pasar tradisional. Kepiting bakau miliknya tersebut, untuk restoran di Balikpapan sudah masuk ke Dandito, Ocean's, Asian dan Bondi. Sedangkan di pasar tradisional ke Pasar Klandasan.
"Selain itu juga ada pengiriman di luar Kalimantan yaitu ke Bali dan Surabaya. Sementara untuk ekspor ke Tiongkok. Hanya saja melalui eksportir dari Jakarta," bebernya.
Hal tersebut dikatakan Heri lantaran sejauh ini cost untuk ekspor terbilang lumayan besar. Keuntungan yang didapat pun bisa naik dan turun. "Pasarnya enggak menentu, di samping cost ekspor yang mahal juga. Harga juga tidak ada yang mengendalikan. Kami masih mengikuti harga pasar di Tiongkok," terangnya.
Sekali kirim ke Jakarta, Heri menuturkan dirinya mampu mengirimkan 1 ton untuk kemudian diekspor ke Tiongkok jika laut tengah pasang. Sedangkan untuk lokal masih sangat kecil hanya 200-400 kilo per hari. Dengan harga pasar relatif tergantung dengan jenis kepiting. Mulai dari Rp 25 ribu - 190 ribu per kilo.
"Lebih besar di luar negeri. Tapi tidak menentu juga pasarnya. Ada pasar-pasar tertentu, jadi tergantung hari besar di Tiongkok. Kalau ada perayaan ya ekspor bagus kalau enggak ada ya rugi," jelasnya.
Heri berharap pemerintah pusat maupun daerah juga bisa memberikan perhatian lebih kepada nelayan atau pebisnis hasil laut tersebut. Sekaligus pemerintah diminta untuk mengendalikan harga pasar Indonesia untuk ekspor ke luar negeri.
"Jadi tidak mengikuti harga luar. Selanjutnya pemerintah diharapkan mengeluarkan peraturan untuk standar penangkapan hasil laut. Baik kepiting, ikan, udang, dan lainnya. Jadi nelayan tidak sembarang tangkap hasil laut," tegasnya.
Heri berharap ke depan prospek ini juga bisa tumbuh positif. Permintaan pasar juga lebih menjanjikan. Dirinya pun tak lupa membagi tips untuk menjadi pebisnis hasil laut seperti ini. "Giat bekerja dan jangan terlalu boros. Manajemen keuangan dari bisnis itu juga harus kuat, pengeluaran sekecil apapun juga harus dihitung," katanya.
Meskipun enggan menyebutkan secara pasti berapa persen keuntungan bersih yang dia dapatkan, setidaknya usahanya ini telah membuatnya hidup berkecukupan. Heri juga memiliki 8 karyawan yang membantunya di gudang dan tiga orang untuk membina nelayan di lapangan. Tak hanya itu, selain kepiting bakau dia juga menyediakan kepiting soka. Di mana dirinya bisa memasok ke pasar lokal sebanyak 200 kilo per hari.