Untuk sukses menjadi seorang wirausaha, tentu harus memiliki
kreativitas yang tinggi, memiliki koneksi yang luas dan selalu ingin
belajar. Hal tersebut merupakan kunci yang diterapkan pria pemilik usaha
peyek dengan merek Yumila di Tangerang Selatan, Nico Budianto.
Pria
lulusan teknik Kimia Institut Teknologi Semarang (ITS) tersebut mengaku
mulai merintis usahanya sejak bulan Februari 2012, dan kini telah
memperoleh omzet sekira Rp25 juta hingga Rp40 juta per bulan. Semuanya
dia jalani dengan menggunakan sistem penjualan konvensional di wilayah
Tangerang Selatan.
"Saya mulai usaha peyek ini sejak Februari
2012, jadi baru 1,5 tahun. Dan omzet saya untuk sementara ini antara
Rp25 juta-Rp40 juta per bulan," ungkap Nico seperti dilansir Okezone.
Nico
bercita-cita ingin mengangkat produknya agar naik kelas. Pasalnya,
selama ini peyek identik lebih banyak dijual di warung-warung kecil
dengan kemasan asal-asalan. Sementara menurut Nico hampir semua
masyarakat Indonesia suka makan peyek.
Dia menilai potensi pasar
peyek sangat besar. Oleh karena itu, dia ingin mencoba mengembangkan
usahanya dengan target pasar golongan menengah ke atas.
"Peyek ini
potensi marketnya besar. Semua orang baik orang miskin maupun orang
kaya itu doyan peyek tapi terbagi segmen-segmen. Selama ini, banyak
sekali peyek itu kurang digarap dengan serius, kemasannya juga
asal-asalan dan dijual hanya di warung-warung biasa. Nah saya mau
mencoba masuk ke pasar menengah ke atas, membawa peyek naik segmen,"
tutur dia.
Nico mengatakan, ada tiga hal utama yang dia lakukan
untuk mampu menyasar segemen menengah atas yakni menjaga kebersihan dan
rasa produknya serta membuat kemasannya lebih menarik. Peyek Yumila yang
dia produksi beraneka macam seperti peyek teri, peyek kacang ijo, peyek
dele pedas, peyek kacang dan peyek rebon selalu diberi bumbu yang
membuat rasanya lebih gurih dibanding peyek-peyek yang dijual di
jalanan.
"Rasa saya jaga. Kalau ada peyek yang murah biasanya itu gak dikasi bumbu itu," Ujar dia.
Pria
yang juga merupakan pendamping dan penggiat Komunitas UMKM BSD ini
berencana untuk melakukan ekspansi usahanya. Dia mengatakan bulan ini
akan memperoleh sertifikat halal produknya dari Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Tidak hanya itu, Oktober mendatang dia akan mengantongi izin dari
Dinas Kesehatan, sehingga ekspansi bisa segera dilakukan.
Nico
mengaku saat ini baru memiliki empat karyawan, dua di antaranya bekerja
di bagian produksi sementara dua lainnya bertugas sebagai tenaga
pemasaran. Dia yakin dengan ekspansi yang akan dilakukan nantinya maka
jumlah tenaga kerja yang bisa dia tampung akan semakin besar.
"Dengan ekspansi otomatis nanti akan tambah kompor, yang goreng juga tambah, pasti otomatis," tandasnya.
Meski
sudah mengantongi sertifikat kehalalalan dan segera akan mengantongi
izin dari Dinas Kesehatan, Niko mengaku tidak ingin melakukan ekspansi
besar-besaran. Baginya, berkembang secara alami akan lebih baik karena
kalau asal menaikkan jumlah produksi tapi pasar tidak bisa dipegang maka
hanya akan menghasilkan kerugian.
"Saya lebih suka berkembang
secara natural. Saya tidak mau ekspansi gede-gedean. Saya lebih suka
landai. Jadi omzet naik bertahap, produksi dinaikkan, atau produksi
dinaikkan bertahap dan market kepegang. Karena kalau asal naik produksi
kalau itu tidak laku itu rusak, karena peyek ada kadaluarsanya."
ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah batas waktu layak konsumsi, dia
memiliki siasat tersendiri. Caranya, dengan menggunakan kemasan yang
tidak bocor, rempeyek yang dia produksi hanya tahan hingga 1 bulan.
"Lebih dari satu bulan, saya tidak sarankan untuk dijual meski masih
bisa dikonsumsi. Karena baunya sudah tidak sedap lagi," terangnya.